Tuesday, September 15, 2009

"SEBELUM TIBA MASANYA"


”Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Dengan kata yang tak sempat disampaikan kayu kepada api yang menjadikannya abu. Aku ingin mencintaimu dengan sederhana. Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.” (Sapardi Djoko Damono)

indahnya menahan.. penuh kejutan saat berjumpa..

relung rindu yang kusimpan jauh.. kan menemukan hari indahnya..

semua rasa yang ku pupuk..

semua cita yang tertanam..

semua asa yang ku bangun tinggi.. kan diuji jadinya..


katanya,

ini bukanlah impian.. tapi alam nyata..
belajar.. untuk menerima apa adanya..
berusaha.. untuk memberi yang terbaik..
bersama… bersungguh-sungguh.. berupaya menuju surga Nya..

bagiku.. dia adalah amanah..
amanah dari Allah..
amanah dari kedua orang tunya..
amanah dari sanak keluarganya..
amanah dari teman dan karib kerabatnya…

untuk menjadikannya..

minimal sama dengan kondisi sebelumnya..
namun alangkah indah jika lebih baik dari keadaan sebelumnya..

dan aku berlindung kepada Allah dari menjadikannya lebih buruk dari sebelumnya..

اللهم يا مقلب القلوب ثبت قلبي على دينك و على طاعتك

- dalam penantian yang mendebarkan hati-
Khairul Umam Al Muntadzhir

K.H. Abdullah Gymnastiar
Cinta adalah nikmat adri Allah
Yang membuat dunia menjadi tiada bertepi
Lebih dalam dari lautan yang dalam
Lebih tinggi dari angkasa yang membumbung
Berbahagialah yang dihidupkan hatinya dengan cinta
Namun, waspadalah..!!!!!!
Bagi orang yang dibutakan hatinya dengan cinta
Seindah-indah cinta
Cinta kepada penggenggam alam semesta
Kepada Maha Mencinta
Yang tiada pernah terputus cintanya
Yang kekal cintanya
Dialah Allah
Allah yang Maha Agung, Maha Indah
Maha Penyayang, Maha Membela, Maha mempesona
Bahu-bahulah membangun cinta
Dengan para pecinta
Cinta kebenaran
Cinta Rasulullah
Cinta semata-mata karena Allah......

Read More......

Saturday, July 18, 2009

Ketika Aku Menangis



Bangunlah jika Dia membangunkan diri Anda, dan duduklah jika
Dia menyuruh Anda duduk! Bersabarlah ketika Allah menjadikan diri Anda
sebagai orang yang miskin, dan bersyukurlah manakala Dia menjadikan
diri Anda orang yang kaya. Itu semua akan menjadi wujud dari ikrarmiu,
"Aku rela Allah sebagai Rabb-ku, Islam sebagai agamaku, dan Muhammad
sebagai nabiku."

Seorang penyair mengatakan,
Janganlah merasa mampu mengatur dirimu
sebab orang yang pandai mengatur pun dapat binasa.
Terimalah Kami jika Kami memutuskan,
sebab Kami lebih berhak dari dirimu. Jangan Bersedih, Inilah Kiat-Kiat untuk Bahagia:

  1. Sadarilah bahwa jika Anda tidak hidup hanya dalam batasan hariini saja, maka akan terpecahlah pikiran Anda, akan kacau semua urusan,dan akan semakin menggunung kesedihan dan kegundahan diri Anda.Inilah makna sabda Rasulullah: "Jika pagi tiba, janganlah menunggu sore; danjika sore tiba, janganlah menunggu hingga waktu pagi."
  2. Lupakan masa lalu dan semua yang pernah terjadi, karena perhatian yang terpaku pada yang telah lewat dan selesai merupakan kebodohan dan kegilaan.
  3. Jangan menyibukkan diri dengan masa depan, sebab ia masih berada di alam gaib. Jangan pikirkan hingga ia datang dengan sendirinya.
  4. Jangan mudah terguncang oleh kritikan. Jadilah orang yang teguh pendirian, dan sadarilah bahwa kritikan itu akan mengangkat harga diri Anda setara dengan kritikan tersebut.
  5. Beriman kepada Allah, dan beramal salih adalah kehidupan yang baik dan bahagia.
  6. Barangsiapa menginginkan ketenangan, keteduhan, dan kesenangan, maka dia harus berdzikir kepada Allah.
  7. Hamba harus menyadari bahwa segala sesuatu berdasarkan ketentuan qadha' dan qadar.
  8. Jangan menunggu terima kasih dari orang lain.
  9. Persiapkan diri Anda untuk menerima kemungkinan terburuk.
  10. Kemungkinan yang terjadi itu ada baiknya untuk diri Anda.
  11. Semua qadha' bagi seorang muslim baik adanya.
  12. Berpikirlah tentang nikmat, lalu bersyukurlah.
  13. Anda dengan semua yang ada pada diri Anda sudah lebih banyakdaripada yang dimiliki orang lain.
  14. Yakinlah, dari waktu ke waktu selalu saja ada jalan keluar.
  15. Yakinlah, dengan musibah hati akan tergerak untuk berdoa.
  16. Musibah itu akan menajamkan nurani dan menguatkan hati.
  17. Sesungguhnya setelah kesulitan itu akan ada kemudahan.Jangan pernah hancur hanya karena perkara-perkara yang sepele.
  18. Sesungguhnya Rabb itu Maha Luas ampunan-Nya.

Jangan Bersedih, Karena Masih Ada Sebab-sebab yang Membuat Musibah Terasa Ringan


  1. Menunggu pahala dan ganjaran dari sisi Allah: {Sesungguhnya, hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.} (QS. Az-Zumar: 10)
  2. Melihat kepada orang lain yang mendapat musibah: Seandainya bukan karena banyak orang di sekitarku yang menangisi saudara-saudara mereka, pastilah aku akan bunuh diri. Menolehlah ke kanan dan ke kiri. Apakah yang Anda lihat di sekeliling hanya orang-orang yang tertimpa musibah dan ujian semua? Seperti itulah. Di setiap hamparan lembah selalu saja ada Bani Sa'd.
  3. Musibah yang menimpa diri Anda itu jauh lebih ringan dibandingkan dengan yang menimpa orang lain.
  4. Musibah itu menimpa hal-hal yang berkaitan dengan dunia saja, bukan agama.
  5. Melakukan ubudiyah dalam sebuah kepasrahan pada saat-saat tertekan terkadang lebih agung dibandingkan dengan yang dilakukan pada saat-saat bahagia.
  6. Tidak ada siasat untuk menghindarkan musibah: Tak usahlah berkilah untuk menghindarinya, karena berkilah untuk menghindar hanyalah menghentikan berkilah itu sendiri.

Sumber La Tahzan

Read More......

Wednesday, June 24, 2009

Imam Ahmad Bin Hambali

Imam Ahmad bin Muhammad bin Hambal. Beliau adalah Imam yang keempat dari fuqahak Islam. Beliau memiliki sifat-sifat yang luhur dan tinggi. Ahmad bin Hambal dilahirkan di Baghdad pada bulan Rabiul Awal tahun 164H. Beliau termasyhur dengan nama datuknya Hambal, kerana datuknya lebih masyhur dari ayahnya.

Ibnu Hambal hidup dalam keadaan miskin, kerana ayahnya hanya meninggalkan sebuah rumah kecil dan tanah yang sempit. Beliau terpaksa melakukan berbagai pekerjaan. Beliau pernah bekerja di tempat tukang jahit, mengambil upah menulis, menenun kain dan kadangkala mengambil upah mengangkat barang-barang orang. Beliau lebih mementingkan makanan yang halal lagi baik dan beliau tidak senang menerima hadiah-hadiahKetika ia masih berumur 14 tahun, Ahmad bin Hambal telah belajar mengarang dan menghafal Al-Quran. Beliau bekerja keras dalam menuntut ilmu pengetahuan. Sebagai seorang ulama yang sangat banyak ilmunya, Ibnu Hambal pun seorang yang teguh imannya, berani berbuat di atas kebenaran. Dia tidak takut bahaya apa pun terhadap dirinya di dalam menegakkan kebenaran itu. Kerana Allah memang telah menentukan bahawa setiap orang yang beriman itu pasti akan diuji keimanannya. Termasuk juga para nabi dan rasul yang tidak pernah lepas dari berbagai ujian dan cubaan.

Ujian dan cubaan berupa fitnah, kemiskinan, seksaan dan lain-lainnya itu selalu akan mendampingi orang-orang yang beriman apalagi orang yang menegakkan kebenaran. Demikian juga halnya dengan Imam Hambali, terlalu banyak bahaya yang dihadapinya dalam berjuang menegakkan kebenaran agama. Ujian itu datangnya bermacam-macam kadangkala dari musuh kita dan dapat juga timbul dari kawan-kawan yang merasa iri dengan kebolehan seseorang..

Imam Hambali berada di zaman kekuasaan kaum Muktazilah yang berpendapat bahawa Quran itu adalah makhluk. Pendirian ini begitu kuatnya di kalangan pemerintah, sehingga barangsiapa yang bertentangan pendirian dengan pihak pemerintah tentu akan mendapat seksaan. Sebelum Al-Makmun ini, yakni di zaman sultan Harun Al-Rasyid, ada seorang ulama bernama Basyar Al-Marisy berpendapat bahawa Quran itu adalah makhluk. Baginda Harun Al-Rasyid tidak mahu menerima pendapat tersebut. Bahkan terhadap orang yang berpendapat demikian akan diberi hukuman. Kerana ancaman itu akhirnya Basyar melarikan diri dari Baghdad.

Sultan Harun Al-Rasyid pernah berkata: “Kalau umurku panjang dan masih dapat berjumpa dengan Basyar nescaya akan kubunuh dia dengan cara yang belum pernah aku lakukan terhadap yang lain?” Selama 20 tahun lamanya Syekh Basyar menyembunyikan diri dari kekuasaan Sultan.

Tetapi setelah Sultan Harun Al-Rasyid meninggal dunia, kemudian diganti dengan puteranya Al-Amin barulah Syekh Basyar keluar dari persembunyiannya. Kembali ia mengeluarkan pendapatnya itu, bahawa Quran itu adalah makhluk. Al-Amin juga sependirian dengan ayahnya tidak setuju dengan pendapat tersebut. Ia mengancam berat terhadap orang yang mengatakan Quran itu makhluk.

Kemudian kepala negara pindah lagi ke tangan saudara Al-Amin iaitu Al-Makmun. Di zaman pemerintahan Al-Makmun inilah pendapat tentang Quran itu makhluk mula diterima. Al-Makmun sendiri telah terpengaruh dan ikut berpendapat demikian. Pada suatu kali oleh Al-Makmun diadakan pertemuan para ulama besar, untuk membincangkan hal itu, tetapi para ulama tetap berpendapat bahawa Al-Quran itu adalah makhluk. Al-Makmun mengharapkan supaya pendapat itu diterima orang ramai.

Pada masa itu satu-satunya ulama yang keras berpendirian bahawa “Al-Quran itu bukan makhluk?” Hanyalah Imam Hambali. Secara terus terang ia berkata di hadapan Sultan:“Bahawa Al-Quran bukanlah makhluk yang dijadikan Allah, tetapi ia adalah Kalamullah.”

Imam Hambali satu-satunya ulama ketika itu yang berani membantah, sedangkan yang lainnya diam seribu bahasa. Kemudian ia ditangkap dan dihadapkan ke hadapan baginda. Ia dipanggil bersama tiga orang ulama yang lainnya, iaitu Imam Hassan bin Muhammad Sajah, Imam Muhammad bin Nuh dan Imam Ubaidah bin Umar. Kedua ulama di antara mereka sama menjawab dan membenarkan pendapat baginda sementara Imam Hambali dan Imam Muhammad bin Nuh dengan tegas menjawab bahawa Quran itu bukanlah makhluk. Keduanya lalu dimasukkan ke dalam penjara. Setelah beberapa hari dalam penjara datang surat dari Tharsus yang meminta supaya keduanya dibawa ke sana dengan dirantai.

Kedua ulama tersebut betul-betul dirantai kedua kaki dan tangannya dan ditunjukkan di hadapan orang ramai. Kemudian dibawa ke Tharsus, sesampainya di sana keduanya dimasukkan ke dalam penjara. Kerajaan mempunyai seorang ulama besar bernama Ahmad bin Abi Daud, yang pandai berbicara namun lemah dalam pendirian.

Terhadap Imam Hambali mereka minta supaya dihukum dengan hukuman yang seberat-beratnya. Baginda raja menerima usulan tersebut. Lalu Imam Hambali dihadapkan depan raja dan ditanyakan tentang pendiriannya. Namun ia tetap menyampaikan pendiriannya bahawa Al-Quran itu ialah Kalamullah bukan makhluk. Dan ia menegaskan lagi bahawa ia tidak akan berubah dari pendiriannya itu.

Akhirnya terjadilah persidangan yang dipimpin oleh baginda sendiri. Kemudian baginda memanggil Imam Hambali dan berkata: “Atas nama saya sebagai kerabat Nabi Muhammad SAW saya akan memukul engkau beberapa kali, sampai engkau membenarkan apa yang telah saya benarkan, atau mengatakan seperti yang saya kata?” Kerana Imam Hambali masih tetap dengan pendiriannya, maka baginda memerintahkan kepada perajuritnya untuk memukul Imam Hambali.

Ketika cambuk yang pertama singgah di punggung beliau, beliau mengucapkan “Bismillah.” Ketika cambuk yang kedua, beliau mengucapkan “La haula walaa quwwata illaa billah” (tiada daya dan kekuatan apa pun kecuali izin Allah). Ketika cambuk yang ketiga kalinya beliau mengucapkan “Al-Quran kalaamullahi ghairu makhluk” (Al-Quran adalah kalam Allah bukan makhluk). Dan ketika pada pukulan yang keempat, beliau membaca surah At-Taubah ayat 51.

“Katakanlah: Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang ditetapkan oleh Allah bagi kami.”

Sehingga seluruh badan beliau mengalir darah merah.

Akhirnya beliau dimasukkan ke dalam penjara kembali. Pada suatu hari ketika Imam Hambali dibawa ke Kota Anbar dengan tangan yang terbelenggu, seorang yang alim bernama Abu Ja’far Al-Anbari menghampiri beliau. Imam Hambali bertanya kepadanya: “Hai Abu Ja’far apakah engkau susah melihat keadaanku?” “Tidak wahai Imam, engkau adalah pemuka umat, kerana umat manusia ada di belakangmu. Demi Allah, bila engkau mahu menjawab bahawa Quran itu makhluk, pastilah umat akan mengikutimu, dan bila engkau tidak mahu menjawab, maka umat juga tidak mahu menjawab seperti apa yang ingin engkau jawab. Bila engkau tidak mati dibunuh orang, pasti engkau juga akan mati dengan cara yang lain. Maka janganlah engkau mahu menuruti kehendak mereka.”

Mendengar kata-kata Ja’far itu beliau mencucurkan air mata dan berkata: “Masya-Allah!, Masya-Allah!, Masya-Allah!. Kemudian beliau pun dikunjungi oleh bekas penjahat bernama Abdul Haitsam Al-Ayyar dan berkata kepada beliau: “Wahai Imam, saya ini seorang pencuri yang didera dengan beribu-ribu cambukan, namun saya tidak mahu mengakui perbuatan saya, pada hal saya menyedari bahawa saya salah. Maka janganlah Imam gelisah dalam menerima dera, sebab engkau dalam kebenaran.”

Ketika Khalifah Al-Makmun meninggal dunia pada tahun 218H (833 M) setelah memerintah 20 tahun lamanya, yang mengganti beliau ialah saudaranya yang bernama Ishaq Muhammad bin Harun Al-Rasyid yang bergelar dengan Al-Muktashimbillah. Sebelum Khalifah Al-Makmun meninggal dunia beliau telah berpesan kepada bakal penggantinya itu bahawa faham Al-Quran itu makhluk harus dipertahankan.”

Kebijaksanaan kerajaan yang menyeksa para ulama yang tidak sependirian dengan faham kerajaan itu atas dasar hasutan seorang ulama kerajaan yang bernama Qadhi Qudhoti Ahmad bin Abi Daud (Daud). Ulama inilah yang memberikan usulan kepada Al-makmun bahawa jika Imam Ahmad bin Hambal tetap tidak mahu mengikuti bahawa Al-Quran itu makhluk hendaklah dihukum dengan hukuman yang berat.

Setelah kerajaan dipegang oleh Al-Muktasim ulama Ahmad bin Daud masih tetap menjadi qadi kerajaan. Pada suatu hari Qadi kerajaan ini cuba mengadili Imam Hambali dengan melakukan perdebatan akhirnya Ahmad bin Daud kalah kerana tidak dapat mengemukakan alasan yang lebih kuat. Walaupun demikian Imam Hambali tetap dimasukkan kembali ke dalam penjara.

Pada bulan Ramadhan pengadilan terhadap Imam Hambali diadakan lagi. Khalifah Al-Muktashim bertanya: “Al-Quran itu adalah baru, bagaimana pendapat anda.” “Tidak!, Al-Quran adalah kalam Allah, saya tidak sejauh itu membahasnya kerana di dalam Al-Quran dan hadith tidak disuruh membahas soal tersebut.” Jawab beliau.

Beliau dicambuk sampai berdarah, pada hal ketika itu bulan puasa. Baginda berkata: “Kalau kamu merasa sakit dengan pukulan ini, maka ikutilah saya, dan akuilah bahawa Al-Quran itu makhluk, supaya kamu selamat.”

Penderaan pun terus berlangsung, sehingga beliau terasa bahawa tali seluar yang menutup auratnya putus dan hampir turun ke bawah. Beliau pun mengangkatkan mukanya ke atas sambil berdoa: “Ya Allah!, atas namaMu yang menguasai Arsy, bahawa jika Engkau mengetahui bahawa saya adalah benar, maka janganlah Engkau jatuhkan penutup aurat ku.” Ketika itu pula seluar beliau yang akan jatuh itu naik ke atas kembali sehingga aurat beliau tidak jadi terlihat oleh orang ramai.

Penyeksaan terhadap beliau itu baru berakhir setelah selesai maghrib. Para hakim dan orang- orang hadir kemudian berbuka puasa di hadapan beliau. Sementara beliau dibiarkan saja tidak diberi sesuatu makanan untuk berbuka. Demikianlah seterusnya, pada hari yang kedua pun beliau masih tetap didera sampai seluruh badannya mencucurkan darah. Pada hari ketiga beliau masih tetap didera sehingga pengsan.

Setelah Al-Muktashim meninggal dunia ia diganti dengan puteranya Al-Watsiq. Pada masa ini banyak penganiayaan dilakukan terhadap para ulama. Khalifah Al-Watsiq inilah yang memancung leher ulama terkenal yakni Ahmad bin Naser Al-Khuza’i. Kepala Ahmad bin Naser digantung dan diletak tulisan yang berbunyi: “Inilah kepala Ahmad bin Naser yang tidak mahu mengakui bahawa Al-Quran itu makhluk, maka Tuhan memasukkan Ahmad bin Naser ke dalam neraka, kepala ini menjadi peringatan bagi mereka yang memalingkan dirinya dari kiblat.” Demikianlah tulisan yang diletakkan dekat leher Ahmad bin Naser.

Kemudian Khalifah Al-Watsiq meninggal dunia dan digantikan dengan saudara beliau yang bernama, Al-Mutawakkil. Pada masa inilah dicabut tentang faham muktazilah dan diadakan pembebasan terhadap semua ulama yang ditahan, termasuk Imam Ahmad bin hambal. Sementara itu Imam Hambali setelah dibebaskan beliau diberi hadiah sebanyak l0,000 dirham, namun hadiah tersebut beliau tolak. Kerana dipaksa untuk menerimanya, akhirnya beliau terima dan dibahagi-bahagikan kepada fakir miskin.

Pada hari Jumaat tanggal 12 Rabiul Awal tahun 241 H/855 M beliau meninggal dunia yang fana ini dengan tenang dalam usia 77 tahun. Setelah mendengar wafatnya beliau, seluruh Kota Baghdad menjadi gempar jenazah beliau disembahyangkan lebih dari 130,000 orang muslimin. Demikian berakhirnya riwayat seorang penegak kebenaran dan meninggikan ilmu pengetahuan, setelah melalui berbagai seksaan dan penganiayaan. Semoga mereka yang berjuang pada jalan Allah menjadi kekasih Allah, yang selalu mendapat keberkahannya dan keredhaanNya.

Banyak lagi mereka yang berjuang pada jalan Allah akhirnya menerima ujian dan cubaan dengan berbagai penganiayaan dan seksaan.

Firman Allah ertinya:

“Apakah manusia itu mengira bahawa mereka dibiarkan saja mengatakan. “Kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang- orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Al-Ankabut: 2-3)
Read More......

Friday, April 17, 2009

Imam Syafi'i

Imam Syafie bernama Muhammad bin Idris. Salasilah keturunan beliau adalah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Usman bin Syafie bin Saib bin Abdul Yazid bin Hasyim bin Abdul Mutalib bin Abdul Manaf. Keturunan beliau bertemu dengan keturunan Nabi Muhammad SAW pada datuk Nabi Muhammad yang ketiga iaitu Abdul Manaf
Beliau dilahirkan di Ghuzah nama sebuah kampung yang termasuk daerah Palestin, pada bulan Rejab 150 H atau 767 Masehi. Tempat asal ayah dan bonda beliau ialah di Kota Makkah. Imam Syafie lahir di Palestin kerana ketika itu bondanya pergi ke daerah itu demi keperluan penting. Namun di dalam perjalanan menuju Palestin tersebut ayahnya meninggal dunia, sementara Imam Syafie masih dalam kandungan ibunya. Setelah berumur dua tahun baru Imam Syafie dan ibunya kembali ke Kota Makkah.

Ketika berumur 9 tahun beliau telah hafal Al-Quran 30 juz. Umur 19 tahun telah mengerti isi kitab Al-Muwatha’, karangan Imam Malik, tidak lama kemudian Al-Muwatha’ telah dihafalnya. Kitab Al-Muwatha’ tersebut berisi hadith-hadith Rasulullah SAW, yang dihimpun oleh Imam Malik.

Kerana kecerdasannya pada umur 15 tahun beliau telah diizinkan memberi fatwa di hadapan masyarakat dan menjawat sebagai guru besar ilmu hadith serta menjadi mufti dalam Masjidil Haram di Makkah.

Ketika berumur 20 tahun beliau pergi belajar ke tempat Imam Malik di Madinah, setelah itu beliau ke Irak, Parsi dan akhirnya kembali ke Madinah. Dalam usia 29 tahun beliau pergi ke Yaman untuk menuntut ilmu pengetahuan.

Tentang ketaatan beliau dalam beribadah kepada Allah diceritakan bahawa setiap malam beliau membagi malam itu kepada tiga bahagian. Sepertiga malam beliau gunakan kewajipan sebagai manusia yang mempunyai keluarga, sepertiga malam untuk solat dan zikir dan sepertiga lagi untuk tidur.

Ketika Imam Syafie di Yaman, beliau diangkat menjadi setiausaha dan penulis istimewa Gabenor di Yaman, sekaligus menjadi guru besar di sana. Kerana beliau termasuk orang pendatang, secara tiba-tiba memangku jawatan yang tinggi, maka ramai orang yang memfitnah beliau.

Ahli sejarah telah menceritakan bahawa waktu sultan Harun Ar-Rasyid sedang marah terhadap kaum Syiah, sebab golongan tersebut berusaha untuk meruntuhkan kekuasaan Abbasiyah, mereka berhasrat mendirikan sebuah kerajaan Alawiyah iaitu keturunan Saidina Ali bin Abi Talib. Kerana itu di mana kaum Syiah berada mereka diburu dan dibunuh.

Suatu kali datang surat baginda Sultan dari Baghdad. Dalam surat yang ditujukan kepada Wali negeri itu diberitahukan supaya semua kaum Syiah ditangkap. Untuk pertama kali yang paling penting adalah para pemimpinnya, jika pekerjaan penangkapan telah selesai semua mereka akan dikirimkan ke Baghdad. Semuanya harus dibelenggu dan dirantai. Imam Syafie juga ditangkap, sebab di dalam surat tersebut bahawa Imam Syafie termasuk dalam senarai para pemimpin Syiah.

Ketika peristiwa itu terjadi pada bulan Ramadhan, Imam Syafie dibawa ke Baghdad dengan dirantai kedua belah tangannya. Dalam keadaan dibelenggu itu para tahanan disuruh berjalan kaki mulai dari Arab Selatan (Yaman) sampai ke Arab Utara (Baghdad), yang menempuh perjalanan selama dua bulan. Sampai di Baghdad belenggu belum dibuka, yang menyebabkan darah-darah hitam melekat pada rantai-rantai yang mengikat tangan mereka.

Pada suatu malam pengadilan pun dimulai. Para tahanan satu persatu masuk ke dalam bilik pemeriksaan. Setelah mereka ditanya dengan beberapa kalimat, mereka dibunuh dengan memenggal leher tahanan tersebut. Supaya darah yang keluar dari leher yang dipotong itu tidak berserak ia dialas dengan kulit binatang yang diberi nama dengan natha’.

Imam Syafie dalam keadaan tenang menunggu giliran, dengan memohon keadilan kepada Allah SWT. Kemudian beliau dipanggil ke hadapan baginda Sultan. Imam Syafie menyerahkan segalanya hanya kepada Allah SWT. Dengan keadaan merangkak kerana kedua belah kaki beliau diikat dengan rantai, Imam Syafie mengadap Sultan. Semua para pembesar memperhatikan beliau.

“Assalamualaika, ya Amirul Mukminin wabarakatuh.”
Demikian ucapan salam beliau kepada baginda dengan tidak disempurnakan iaitu “Warahmatullah.”

“Wa alaikassalam warahmatullah wabarakatuh.” Jawab baginda. Kemudian baginda bertanya: “Mengapa engkau mengucap salam dengan ucapan yang tidak diperintahkan oleh sunnah, dan mengapa engkau berani berkata-kata dalam majlis ini sebelum mendapat izin dari saya?”

Imam Syafie menjawab: “Tidak saya ucapkan kata “Warahmatullah” kerana rahmat Allah itu terletak dalam hati baginda sendiri.” Mendengar kata-kata itu hati baginda jadi lembut. Kemudian Imam Syafie membaca surah An-Nur ayat 55 yang bermaksud:

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang soleh bahawa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sesungguhnya Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diredhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa.”

Setelah membaca ayat di atas kemudian Imam Syafie berkata: “Demikianlah Allah telah menepati janjiNya, kerana sekarang baginda telah menjadi khalifah, jawapan salam baginda tadi membuat hati saya menjadi aman.” Hati baginda menjadi bertambah lembut. Baginda Harun ar Rashid bertanya kembali: “Kenapa engkau menyebarkan faham Syiah, dan apa alasanmu untuk menolak tuduhan atas dirimu.”

“Saya tidak dapat menjawab pertanyaan baginda dengan baik bila saya masih dirantai begini, jika belenggu ini dibuka Insya-Allah saya akan menjawab dengan sempurna. Lalu baginda memerintahkan kepada pengawal untuk membukakan belenggu yang mengikat lmam Syafie itu.

Setelah rantai yang membelenggu kedua kaki dan tangannya itu dibuka, maka Imam Syafie duduk dengan baik kemudian membaca surah Hujarat ayat 6:

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasiq yang membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

“Ya Amirul Mukminin, sesungguhnya berita yang sampai kepada baginda itu adalah dusta belaka. Sesungguhnya saya ini menjaga kehormatan Islam. Dan bagindalah yang berhak memegang adab kitab Allah kerana baginda adalah putera bapa saudara Rasulullah SAW iaitu Abbas. Kita sama-sama menghormati keluarga Rasulullah. Maka kalau saya dituduh Syiah kerana saya sayang dan cinta kepada Rasulullah dan keluarganya, maka demi Allah, biarlah umat Islam sedunia ini menyaksikan bahawa saya adalah Syiah. Dan tuan-tuan sendiri tentunya sayang dan cinta kepada keluarga Rasulullah.” Demikian jawab Imam Syafie.

Baginda Harun ar Rasyid pun menekurkan kepalanya kemudian ia berkata kepada Imam Syafie: “Mulai hari ini bergembiralah engkau agar lenyaplah perselisihan antara kami dengan kamu, kerana kami harus memelihara dan menghormati pengetahuanmu wahai Imam Syafie.”

Demikianlah kehidupan Imam Syafie sebagai ulama besar, yang tidak lepas dari berbagai cubaan serta seksaan dari pihak yang tak mengerti akan hakikat kebenaran yang sesungguhnya. Hanya ketabahan dan keimanan serta pengetahuanlah yang dapat menghadapi setiap cubaan itu sebagai suatu ujian dari Allah SWT yang harus kita hadapi.
Read More......

Saturday, February 21, 2009

Hikayah Ahli sunnah Wal jama'ah

Imam Malik
Imam Malik dilahirkan di sebuah perkampungan kecil yang bernama Ashbah, yang terletak di dekat Kota Himyar jajahan Yaman. Nama aslinya ialah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir Al-Ashabally. Beliau adalah seorang ulama besar yang lahir di Madinah serta mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap dunia Islam.

Ketika Imam Malik berusia 54 tahun, pemerintahan berada di tangan baginda Al-Mansur yang berpusat di Bagdad. Ketika itu di Madinah dipimpin oleh seorang gabenor bernama Jaafar bin Sulaiman Al-Hasymi. Sementara itu Imam Malik juga menjabat sebagai mufti di Madinah. Di saat timbulnya masalah penceraian atau talak, maka Imam Malik telah menyampaikan fatwanya, bahawa talak yang dipaksakan tidak sah, ertinya talak suami terhadap isteri tidak jatuh. Fatwa ini sungguh berlawanan dengan kehendak gabenor, kerana ia tidak mahu hadith yang disampaikan oleh Imam Malik tersebut diketahui oleh masyarakat, sehingga akhirnya Imam Malik dipanggil untuk mengadap kepada gabenor




Kemudian gabenor meminta agar fatwa tersebut dicabut kembali, dan jangan sampai orang ramai mengetahui akan hal itu. Walaupun demikian Imam Malik tidak mahu mencabutnya. Fatwa tersebut tetap disiarkan kepada orang ramai. Talak yang dipaksanya tidak sah. Bahkan Imam Malik sengaja menyiarkan fatwanya itu ketika beliau mengadakan ceramah-ceramah agama, kerana fatwa tersebut berdasarkan hadith Rasulullah SAW yang harus diketahui oleh umat manusia.

Akhirnya Imam Malik ditangkap oleh pihak kerajaan, namun ia masih tetap dengan pendiriannya. Gabenor memberi peringatan keras supaya fatwa tersebut dicabut dengan segera Kemudian Imam Malik dihukum dengan dera dan diikat dengan tali dan dinaikkan ke atas punggung unta, lalu diarak keliling Kota Madinah. Kemudian Imam Malik dipaksa supaya menarik kembali fatwanya itu.

Mereka mengarak Imam Malik supaya Imam merasa malu dan hilang pendiriannya. Tetapi Imam Malik masih tetap dengan pendiriannya itu. Kerana ketegasannya itu, dia dihukum dengan sebat sebanyak 70 kali, yang menyebabkan tulang belakangnya hampir patah. Kemudian ia berkata kepada sahabat-sahabatnya:
“Aku dihukum dera begitu berat lantaran fatwa ku. Demikian Said Al-Musayyid, Muhamad Al-Munkadir dan Rabiah telah dijatuhi hukuman demikian lantaran fatwanya juga.”

Bagi Imam Malik hukuman semacam itu, bukanlah mengurangi pendiriannya, bahkan semakin bertambah teguh jiwanya. Ia tidak pernah takut menerima hukuman asalkan ia berada pada jalan kebenaran. Kerana memang setiap perjuangan itu memerlukan pengorbanan. Imam Al-Laits, seorang alim menjadi mufti Mesir ketika itu, saat mendengar bahawa Imam Malik dihukum lantaran fatwanya ia berkata: “Aku mengharap semoga Allah mengangkat darjat Imam Malik atas setiap pukulan yang dijatuhkan kepadanya, menjadikan satu tingkat baginya masuk ke syurga.”
Insya Allah.
Read More......

Friday, February 20, 2009

Hikayah Ahli sunnah Wal jama'ah

Imam Abu Hanifah
Imam Abu Hanafih adalah seorang imam Mazhab yang besar dalam dunia Islam. Dalam empat mazhab yang terkenal tersebut hanya Imam Hanafi yang bukan orang Arab. Beliau keturunan Persia atau disebut juga dengan bangsa Ajam. Pendirian beliau sama dengan pendirian imam yang lain, iaitu sama-sama menegakkan Al-Quran dan sunnah Nabi SAW.

Imam Hanafi dilahirkan pada tahun 80 Hijrah bertepatan tahun 699 Masehi di sebuah kota bernama Kufah. Nama yang sebenarnya ialah Nu’man bin Tsabit bin Zautha bin Maha. Kemudian masyhur dengan gelaran Imam Hanafi.

Kemasyhuran nama tersebut menurut para ahli sejarah ada beberapa sebab:
1. Kerana ia mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Hanifah, maka ia diberi julukan dengan Abu Hanifah.
2. Kerana semenjak kecilnya sangat tekun belajar dan menghayati setiap yang dipelajarinya, maka ia dianggap seorang
yang hanif (kecenderungan/condong) pada agama. Itulah sebabnya ia masyhur dengan gelaran Abu Hanifah.
3. Menurut bahasa Persia, Hanifah bererti tinta. Imam Hanafi sangat rajin menulis hadith-hadith, ke mana, ia pergi selalu membawa tinta. Kerana itu ia dinamakan Abu Hanifah.

Waktu ia dilahirkan, pemerintahan Islam berada di tangan Abdul Malik bin Marwan, dari keturunan Bani Umaiyyah kelima. Kepandaian Imam Hanafi tidak diragukan lagi, beliau mengerti betul tentang ilmu fiqih, ilmu tauhid, ilmu kalam, dan juga ilmu hadith. Di samping itu beliau juga pandai dalam ilmu kesusasteraan dan hikmah.

Imam Hanafi adalah seorang hamba Allah yang bertakwa dan soleh, seluruh waktunya lebih banyak diisi dengan amal ibadah. Jika beliau berdoa matanya bercucuran air mata demi mengharapkan keredhaan Allah SWT. Walaupun demikian orang-orang yang berjiwa jahat selalu berusaha untuk menganiaya beliau.

Sifat keberanian beliau adalah berani menegakkan dan mempertahankan kebenaran. Untuk kebenaran ia tidak takut sengsara atau apa bahaya yang akan diterimanya. Dengan keberaniannya itu beliau selalu mencegah orang-orang yang melakukan perbuatan mungkar, kerana menurut Imam Hanafi kalau kemungkaran itu tidak dicegah, bukan orang yang berbuat kejahatan itu saja yang akan merasakan akibatnya, melainkan semuanya, termasuk orang-orang yang baik yang ada di tempat tersebut

Sebahagian dilukiskan dalam sebuah hadith Rasulullah SAW bahawa bumi ini diumpamakan sebuah bahtera yang didiami oleh dua kumpulan. Kumpulan pertama adalah terdiri orang-orang yang baik-baik sementara kumpulan kedua terdiri dari yang jahat-jahat. Kalau kumpulan jahat ini mahu merosak bahtera dan kumpulan baik itu tidak mahu mencegahnya, maka seluruh penghuni bahtera itu akan binasa. Tetapi sebaliknya jika kumpulan yang baik itu mahu mencegah perbuatan orang-orang yang mahu membuat kerosakan di atas bahtera itu, maka semuanya akan selamat.

Sifat Imam Hanafi yang lain adalah menolak kedudukan tinggi yang diberikan pemerintah kepadanya. Ia menolak pangkat dan menolak wang yang dibelikan kepadanya. Akibat dari penolakannya itu ia ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara. Di dalam penjara ia diseksa, dipukul dan sebagainya.

Gabenor di Iraq pada waktu itu berada di tangan Yazid bin Hurairah Al-Fazzari. Selaku pemimpin ia tentu dapat mengangkat dan memberhentikan pegawai yang berada di bawah kekuasaannya. Pernah pada suatu ketika Imam Hanafi akan diangkat menjadi ketua urusan perbendaharan negara (Baitul mal), tetapi pengangkatan itu ditolaknya. Ia tidak mahu menerima kedudukan tinggi tersebut. Sampai berulang kali Gabenor Yazid menawarkan pangkat itu kepadanya, namun tetap ditolaknya.

Pada waktu yang lain Gabenor Yazid menawarkan pangkat Kadi (hakim) tetapi juga ditolaknya. Rupanya Yazid tidak senang melihat sikap Imam Hanafi tersebut. Seolah-olah Imam Hanafi memusuhi pemerintah, kerana itu timbul rasa curiganya. Oleh kerana itu ia diselidiki dan diancam akan dihukum dengan hukum dera. Ketika Imam Hanafi mendengar kata ancaman hukum dera itu Imam Hanafi menjawab: “Demi Allah, aku tidak akan mengerjakan jabatan yang ditawarkan kepadaku, sekalipun aku akan dibunuh oleh pihak kerajaan.” Demikian beraninya Imam Hanafi dalam menegakkan pendirian hidupnya.

Pada suatu hari Yazid memanggil para alim ulama ahli fiqih yang terkemuka di Iraq, dikumpulkan di muka istananya. Di antara mereka yang datang ketika itu adalah Ibnu Abi Laila. Ibnu Syblamah, Daud bin Abi Hind dan lain-lain. Kepada mereka, masing-masing diberi kedudukan rasmi oleh Gabenor.

Ketika itu gabenor menetapkan Imam Hanafi menjadi Pengetua jawatan Sekretari gabenor. Tugasnya adalah bertanggungjawab terhadap keluar masuk wang negara. Gabenor dalam memutuskan jabatan itu disertai dengan sumpah, “Jika Abu Hanifah tidak menerima pangkat itu nescaya ia akan dihukum dengan pukulan.”

Walaupun ada ancaman seperti itu, Imam Hanafi tetap menolak jawatan itu, bahkan ia tetap tegas, bahawa ia tidak mahu menjadi pegawai kerajaan dan tidak mahu campur tangan dalam urusan negara.

Kerana sikapnya itu, akhirnya ditangkap oleh gabenor. Kemudian dimasukkan ke dalam penjara selama dua minggu, dengan tidak dipukul. Lima belas hari kemudian baru dipukul sebanyak 14 kali pukulan, setelah itu baru dibebaskan. Beberapa hari sesudah itu gabenor menawarkan menjadi kadi, juga ditolaknya. Kemudian ditangkap lagi dan dijatuhi hukuman dera sebanyak 110 kali. Setiap hari didera sebanyak sepuluh kali pukulan. Namun demikian Imam Hanafi tetap dengan pendiriannya. Sampai ia dilepaskan kembali setelah cukup 110 kali cambukan.

Akibat dari pukulan itu muka dan seluruh badannya menjadi bengkak-bengkak. Hukuman cambuk itu sengaja untuk menghina Imam Hanafi. Walaupun demikian ketika Imam Hanafi diseksa ia sempat berkata. “Hukuman dera di dunia lebih ringan daripada hukuman neraka di akhirat nanti.” Ketika ia berusia lebih dari 50 tahun, ketua negara ketika itu berada di tangan Marwan bin Muhammad. Imam Hanafi juga menerima ujian. Kemudian pada tahun 132 H sesudah dua tahun dari hukuman tadi terjadilah pergantian pimpinan negara, dari keturunan Umaiyyah ke tangan Abbasiyyah, ketua negaranya bernama Abu Abbas as Saffah.

Pada tahun 132 H sesudah Abu Abbas meninggal dunia diganti dengan ketua negara yang baru bernama Abi Jaafar Al-Mansur, saudara muda dari Abul Abbas as Saffah. Ketika itu Imam Abu Hanifah telah berumur 56 tahun. Namanya masih tetap harum sebagai ulama besar yang disegani. Ahli fikir yang cepat dapat menyelesaikan sesuatu persoalan.

Suatu hari Imam Hanafi mendapat panggilan dari baginda Al-Mansur di Baghdad, supaya ia datang mengadap ke istana. Sesampainya ia di istana Baghdad ia ditetapkan oleh baginda menjadi kadi (hakim) kerajaan Baghdad. Dengan tawaran tersebut, salah seorang pegawai negara bertanya: “Adakah guru tetap akan menolak kedudukan baik itu?” Dijawab oleh Imam Hanafi “Amirul mukminin lebih kuat membayar kifarat sumpahnya daripada saya membayar sumpah saya.”

Kerana ia masih tetap menolak, maka diperintahkan kepada pengawal untuk menangkapnya, kemudian dimasukkan ke dalam penjara di Baghdad. Pada saat itu para ulama yang terkemuka di Kufah ada tiga orang. Salah satu di antaranya ialah Imam Ibnu Abi Laila. Ulama ini sejak pemerintahan Abu Abbas as Saffah telah menjadi mufti kerajaan untuk kota Kufah. Kerana sikap Imam Hanafi itu, Imam Abi Laila pun dilarang memberi fatwa.

Pada suatu hari Imam Hanafi dikeluarkan dari penjara kerana mendapat panggilan dari Al-Mansur, tetapi ia tetap menolak. Baginda bertanya, “Apakah engkau telah suka dalam keadaan seperti ini?”

Dijawab oleh Imam Hanafi: “Wahai Amirul Mukminin semoga Allah memperbaiki Amirul Mukminin.
Wahai Amirul Mukminin, takutlah kepada Allah, janganlah bersekutu dalam kepercayaan dengan orang yang tidak takut kepada Allah. Demi Allah saya bukanlah orang yang boleh dipercayai di waktu tenang, maka bagaimana saya akan dipercayai di waktu marah, sungguh saya tidak sepatutnya diberi jawatan itu.”

Baginda berkata lagi: “Kamu berdusta, kamu patut dan sesuai memegang jawatan itu.” Dijawab oleh Imam Hanafi: “Amirul Mukminin, sungguh baginda telah menetapkan sendiri, jika saya benar, saya telah menyatakan bahawa saya tidak patut memegang jawatan itu. Jika saya berdusta, maka bagaimana baginda akan mengangkat seorang maulana yang dipandang rendah oleh bangsa Arab. Bangsa Arab tidak akan rela diadili seorang golongan hakim seperti saya.”

Pernah juga terjadi, baginda Abu Jaffar Al-Mansur memanggil tiga orang ulama besar ke istananya, iaitu Imam Abu Hanifah, Imam Sufyan ats Tauri dan Imam Syarik an Nakhaei. Setelah mereka hadir di istana, maka ketiganya ditetapkan untuk menduduki pangkat yang cukup tinggi dalam kenegaraan, masing-masing diberi surat pelantikan tersebut.
Imam Sufyan ats Tauri diangkat menjadi kadi di Kota Basrah, lmam Syarik diangkat menjadi kadi di ibu kota. Adapun Imam Hanafi tidak mahu menerima pengangkatan itu di manapun ia diletakkan. Pengangkatan itu disertai dengan ancaman bahawa siapa saja yang tidak mahu menerima jawatan itu akan didera sebanyak l00 kali deraan.

Imam Syarik menerima jawatan itu, tetapi Imam Sufyan tidak mahu menerimanya, kemudian ia melarikan diri ke Yaman. Imam Abu Hanifah juga tidak mahu menerimanya dan tidak pula berusaha melarikan diri.

Oleh sebab itu Imam Abu Hanifah dimasukkan kembali ke dalam penjara dan dijatuhi hukuman sebanyak 100 kali dera. Setiap pagi dipukul dengan cambuk sementara dileher beliau dikalung dengan rantai besi yang berat.

Suatu kali Imam Hanafi dipanggil baginda untuk mengadapnya. Setelah tiba di depan baginda, lalu diberinya segelas air yang berisi racun. Ia dipaksa meminumnya. Setelah diminum air yang beracun itu Imam Hanafi kembali dimasukkan ke dalam penjara. Imam Hanafi wafat dalam keadaan menderita di penjara ketika itu ia berusia 70 tahun.

Imam Hanafi menolak semua tawaran yang diberikan oleh kerajaan daulah Umaiyyah dan Abbasiyah adalah kerana beliau tidak sesuai dengan corak pemerintahan yang mereka kendalikan. Oleh sebab itu mereka berusaha mengajak Imam Hanafi untuk bekerjasama mengikut gerak langkah mereka, dan akhirnya mereka seksa hingga meninggal, kerana Imam Hanafi menolak semua tawaran yang mereka berikan.
Read More......

Sombongkah Kita...???



“Kesombongan adalah selendang-Ku dan keagungan adalah sarung-Ku. Barangsiapa yang merebutnya dariku, maka Aku akan menghancurkannya” (Hadits Qudsi)
Sombong memang sudah menjadi naluri manusia. Sifat sombong ini timbul karena manusia mempunyai nafsu Robbaniyah. Yaitu nafsu yang selalu ingin menang sendiri, angkuh, pemaksa, sombong, dll. Namun demikian bukan berarti hal tersebut dijadikan sebagai justifikasi dan legalisasi diri untuk melakukan tindakan bodoh itu. Hal tersebut tidaklah lebih dari sekedar sebagai ujian baginya, mampukah dia mengendalikan atau bahkan terjebak di dalam kubangannya. Karena kesombongan adalah sifat ke-Tuhan-an, seseorang yang nekat memakainya maka secara tidak langsung dia telah menantang Tuhan. Dan Tuhan akan menghacurkannya. Sebaliknya seorang hamba yang sudah ditakdirkan oleh Allah sebagai orang yang baik maka ia akan dapat mengontrol nafsunya tersebut ketika bergolak



Tidak sedikit ayat dan hadits yang menjelaskan tentang jeleknya perilaku sombong. Bahkan Rosululloh dengan tegas mengancam orang yang di dalam hatinya terdapat perasaan sombong meskipun hanya secuil biji sawi bahwa dia akan masuk neraka. Bukan hanya nabi Muhammad saja yang mewanti-wanti umatnya untuk tidak sombong. Nabi Nuh As. ketika ajal akan datang menjemput, beliau memanggil kedua putranya dan berwasiat agar sepeninggalnya nanti mereka tidak berlaku sombong

Senada dengan nabi Nuh adalah nabi Isa As. Bahkan bagi beliau neraka kelak itu hanya akan banyak dihuni oleh orang-orang sombong. Dan pada hari kiamat kelak mereka akan dirupakan sebagaimana debu-debu kecil yang diinjak-injak manusia sambil diseret-seret menuju penjara di dalam neraka. Untuk mereka Allah secara khusus telah mempersiapkan sebuah jurang di dalam neraka Jahannam dengan sebutan Habhab.

Bukan hanya orang awwam saja yang bisa terkena penyakit ini. Namun orang-orang yang sudah mencapai derajat tinggi dalam ibadah, kezuhudan, dan kealiman masih sangat sulit terhindar darinya. Apalagi orang-orang yang tidak mengerti apa-apa. Menurut Imam Muhammad bin Husain bin Ali orang yang berlaku sombong itu berarti telah kehilangan akalnya sebesar kesombongan yang telah ia lakukan. Jadi wajar jika mereka tidak akan pernah bisa berfikir waras dan tak akan memperdulikan dampak dari perbuatan yang ia lakukan. Iblis juga tidak akan pernah berfikir bahwa akibat dari kesombongannya tidak mau tunduk perintah Allah untuk sujud kepada nabi Adam adalah dideportasi dan diusir dari surga selama-lamanya. Dia tidak mengerti bahwa argumentasinya sebagai makhluq yang lebih baik dari nabi Adam karena dirinya terbuat dari api sedang adam dari tanah liat itu tidaklah bisa dijadikan sebagai alibi untuk menentang wahyu dan perintah Allah.

Esensi kesombongan
Hakekat takabbur adalah kecenderungan pribadi jiwa yang selalu merasa lebih baik dari pada orang lain. Maka seorang yang merasa dirinya hebat namun dia juga merasa bahwa masih ada orang lain yang sepadan atau lebih hebat dari dirinya maka ia tidak bisa dianggap sebagai orang sombong. Atau menganggap orang lain sebagai orang yang hina namun dia juga merasa bahwa dirinya masih lebih hina dari mereka maka dia juga tidak bisa disebut mutakabbir.

Akan tetapi, meskipun itu semua tidak dianggap sebagai takabbur, bukan berarti hal tersebut diperkenankan. Karena bagaimanapun juga punya perasaan bahwa dirinya punya kelebihan atas yang lain adalah merupakan cikal bakal dari pertumbuhan sifat takabbur. Rosululloh sendiri sangat khawatir mengalami hal yang demikian. Sehingga beliau berdoa: “Allahumma inni a’udzu bika min nafkhotil kibriya’”. (Yaa Allah aku berlindung kepada-Mu dari tiupan kesombongan). Karena ketika seseorang memiliki pandangan yang demikian maka ia akan merasa besar, terbang melayang, dan merasa punya kelebihan dan keagungan.

Orang yang sudah terjangkiti sifat sombong maka ia akan menganggap bahwa orang lain lebih hina dari dirinya. Sehingga ia tidak akan mau melayani kebutuhan mereka. Tetapi sebaliknya merekalah yang harus melayani dirinya. Ketika ada pertemuan maka dirinya akan selalu menempati tempat kehormatan, ketika saling bertemu tidak mau memulai berucap salam, ketika diberi tahu maka dia akan menolak, ketika memberitahu dia akan berkata keras dan kasar, ketika nasehatnya tidak diterima maka dia akan marah, ketika mengajar mereka tidak mau bersikap lemah lembut kepada santrinya, bahkan mereka akan diperbudak olehnya. Tragisnya lagi di mata dia semua manusia itu ibarat keledai dungu yang tidak mengerti apa-apa.

Macam-macam sombong
1. Sombong kepada Allah. Pemicunya adalah murni kebodohan dan ketololan akan siapa diri sendiri. Sebagaimana yang dilakukan oleh raja Namrudz dan raja Fir’aun yang mengaku-ngaku sebagai Tuhan. Bahkan menantang akan berperang dengan Allah. Ketika mereka disuruh untuk menyembah Allah Ar Rohman, mereka malah bertanya sambil mengejek: “Apa Allah Ar Rohman itu? Haruskah kami menyembah kepada apa yang kamu perintahkan?”.

2. Sombong kepada Utusan Allah. Pemicunya biasanya bermula dari tipuan akal pikiran. Sehingga meskipun dirinya merasa sebagai orang pandai namun hakekatnya dia masihlah bodoh. Atau sebenarnya memang dirinya adalah bodoh akan tetapi tidak mau tahu akan kebodohannya. Sehingga mereka tidak akan pernah mau patuh dan tunduk terhadap perintah Rosul. Sebagaimana yang pernah terjadi pada orang Bani Isro’il ketika mereka diperintah supaya beriman dua utusan yang dikirimkan oleh Allah. Mereka bilang: “Akankah kami beriman kepada dua orang manusia yang seperti kami juga?”. Dan mereka beranggapan kalau para utusan itu manusia biasa seperti halnya mereka dan pengikut-pengikut mereka adalah orang-orang yang tolol.

Orang yang sombong tidak akan pernah mau menerima kebenaran dan tidak mau disalahkan. Seperti halnya orang-orang Quraisy yang tidak pernah mau mengakui kebenaran nabi Muhammad. Karena mereka merasa lebih baik dari pada nabi Muhammad. Sehingga merasa gengsi jika harus tunduk kepada beliau.

3. Sombong kepada makhluq. Yaitu merasa lebih baik dari mereka. Sehingga dirinya tidak akan mau kalau dipersamakan dengan orang lain. Karena semuanya kecil baginya. Kesombongan ketiga ini meskipun derajatnya paling bawah namun akibatnya masihlah tetap besar. Demikian ini karena manusia pada fitrohnya adalah makhluq yang lemah dan tidak mampu berbuat apa-apa. Dan keagungan serta kebesaran hanyalah milik Allah. Maka jika dia berani keluar dari fitrohnya sehingga bertindak sombong maka berarti dia telah merebut miliknya Allah. Dan tidak ada orang yang paling layak mendapat murka Allah kecuali orang yang merampas milik-Nya tersebut.

Orang yang berlaku sombong akan selalu bersebrangan dengan Allah. Karena ketika dirinya mendengarkan sebuah kebenaran dari orang lain maka dirinya tidak mau menerima dan menentangnya. Hal lumrah yang sering terjadi pada masa sekarang adalah ketika mereka menerima sebuah kebenaran maka mereka akan selalu merekayasa dan berusaha mencari cela untuk mengelabui dan menolak kebenaran itu. Mereka sudah ditipu oleh akal mereka dan menyalahkan kebenaran semestinya.

Demikian ini sudah menjadi layaknya gaya pikiran orang-orang kafir. Mereka bilang sebagaimana dalam surat Fusshilat 26 yang artinya: Dan orang-orang yang kafir berkata: “Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al Qur’an ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan (mereka)”.
Maka seseorang yang berusaha mengkaburkan hukum agama dengan merekayasanya maka mereka berarti telah bersifat sebagaimana orang kafir. Demikian juga seseorang yang merasa keberatan ketika dinasehati oleh orang lain. Mereka layaknya berlaku seperti seorang kafir. Naudzubillahi min dzalik
Maka meskipun kesombongan tingkat ketiga ini paling rendah akan tetapi jika dibiarkan ia akan menjadi hal yang menakutkan karena akan masuk pada wilayahnya Allah.

Penyebab sombong
Kesombongan itu hanya akan terjadi bila seseorang memiliki perasaan lebih baik dari orang lain. Dan perasaan ini tidak akan pernah muncul kalau dirinya tidak berkeyakinan punya sifat kesempurnaan. Sifat kesempurnaan itu bermuara pada dua hal, yaitu: identik keagamaan dan keduniawian. Keagamaan seperti perasaan punya ilmu dan ibadah yang lebih dari yang lain. Sedangkan duniawi semisal merasa memiliki garis keturunan, ketampanan, kekuatan, dan pengikut yang lebih baik dari yang dimiliki oleh orang lain.

Sehingga dapat ditarik sebuah benang merah bahwa pemicu utama kesombongan itu ada tujuh perkara, yaitu: ilmu, amal ibadah, nasab, fisik jasmani, kekuatan, dan anak buah.

Ilmu
Bagi seorang alim, keilmuan yang dimiliki itu bisa menjadi boomerang baginya. Karena pengaruhnya membuat orang sombong itu sangat cepat sekali. Karena hal inilah nabi Muhammad sempat berpesan bahwa bahaya besar yang bisa ditimbulkan oleh ilmu adalah perasaan sombong.

Memang seorang yang berilmu jika tidak waspada maka dalam hatinya akan tertanam sebuah perasaan lebih mulya dari orang lain. Perasaannya akan bilang dia bisa menjadi manusia sempurna dan kapabel dengan ilmu yang telah dimilikinya. Dari sini pula dia akan menganggap orang lain di bawahnya sebagai orang-orang dungu yang tidak tahu apa-apa layaknya kerbau dan binatang tak berakal lainnya.

Orang yang demikian ini selalu berharap untuk disalami, disowani, dan dilayani orang lain. Sebaliknya mereka merasa ogah dan enggan berujar salam, nyambangi, dan melayani orang lain. Bahkan tidak berhenti sampai di situ saja. Dalam urusan ukhrowi ilmu juga bisa menjadi biang keladi melakukan kesombongan. Yaitu merasa bahwa dengan ilmu tersebut dia adalah orang termulya di sisi Allah. Dirinya lebih menghawatirkan nasib orang lain kelak di akhirat dari pada menghawatirkan dirinya sendiri. Sebaliknya dia beranggapan kalau dirinyalah yang paling berhak mendapatkan sorganya Allah dari pada mereka.

Orang yang bertindak demikian sangatkah tidak pantas jika disebut sebagai seorang alim. Dia lebih layak disebut sebagai orang tolol, bodoh, dungu, dan sebagainya. Karena seharusnya dengan keilmuan yang dia miliki dia bisa berkaca tentang siapa dirinya, siapa Tuhannya, bagaimana kelak dia ketika meninggal, bagaimana urusan nanti antara Allah dengan seorang alim, dan besarnya bahaya yang disebabkan ilmu. Demikianlah sebenarnya hakekat ilmu sesungguhnya. Ilmu yang bisa menjadikan seseorang bertambah takut, khusyu’, dan tawadlu’ kepada Allah dan makhluq
Read More......
Template by : kendhin x-template.blogspot.com l Editor Blog : Dewi Masyito